Sunday, March 20, 2016

Tips Mematahkan Nafsu Perut dari Imam Al-Ghazali


Sumber dari segala dosa adalah nafsu yang berasal dari syahwat perut, dari situlah timbul syahwat kemaluan. Itulah yang disampaikan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin-nya. Menurut imam yang karya-karyanya kerap menjadi rujukan utama kaum muslimin ini, nafsu perutlah yang membuat Adam melanggar larangan Allah memakan buah khuldi sehingga dikeluarkan dari surga. Nafsu ini pulalah yang menyebabkan seseorang mencari dunia dan menyukainya.



Al-Ghazali menyampaikan, jika seseorang mampu meninggalkan nafsu perut ini, akan timbul kelembutan dan kerendahan hati pada dirinya, serta kesombonganpun akan tertolak. Ia pun mendapat faedah agar tidak melupakan orang yang mengalami musibah, tidak lupa siksaan serta akan mampu mematahkan syahwat-syahwat lainnya. Dengan itu ia dapat menguasai nafsu dan setan, lalu menaklukkannya. Dengan itu pula, ia jadi tahan untuk tidak tidur.

Mengutip perkataan seorang Syeikh, Imam Ghazali menulis, “Hai para murid, jangan makan banyak sehingga kamu banyak minum, lalu kamu tidur banyak dan rugi banyak.

Menurut Al-Ghazali, rasa lapar akan membuat orang dapat tekun menjalankan ibadah. Maka siapa yang merasa kenyang, ia pun malas dari melakukan ketaatan. Banyak makan menyebabkan banyak persiapan, seperti mencari, memasak, mencuci tangan, membersihkan makanan di gigi, dan sering masuk ke kamar mandi untuk buang air.

Pada bulan Ramadan ini, kita diberi kesempatan berpuasa dan merakan rasa lapar dari fajar hingga petang. Ini merupakan peluang agar kita dapat mematahkan syahwat pada perut. Harapannya, tak hanya ketika Ramadan berlangsung, tetapi juga setelah Ramadan usai. Dalam bukunya, Imam Al-Ghazali juga memberikan cara latihan untuk mematahkan nafsu dari syahwat perut ini.

1. Mengurangi Makanan dengan Berangsur-angsur
Barang siapa beralih dari banyak menjadi sedikit secara sekaligus, rusaklah kondisinya. Hal ini ditekankan oleh Al-Ghazali karena seseorang harus mempertimbangkan keadaan dirinya dalam mengurangi porsi makanannya. Jika makan setiap hari tiga potong roti, maka kurang sepertigapuluh potong setiap harinya. Dalam sebulan akan berkurang sepotong dan dua bulan menjadi dua potong roti yang tidak akan memberatkannya. Cara ini dapat dilakukan hingga mencapai kadar makanan yang mencukupinya. Para shiddiqin merasa puas dengan kadar makanan yang menegakkan kehidupan dan akal.
“Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan.” (Q.S. Al-A’raf [7]: 31)

2. Menentukan Cepat Lambatnya Makan
Selain mengurangi jumlah makanan, dapat pula dengan cara menentukan jangka waktu makannya. Al-Ghazali mengatakan, di antara murid-muridnya, ada yang lapar selama 3 hari dan ada yang melebihi 43 hari.

3. Menetukan Jenis Makanan
Lapar yang terpuji adalah yang tidak membuat lalai dari mengingat Allah. Apabila melampui batas, ia pun lalai, kecuali orang yang dikuasai syahwat yang besar sehingga melakukan itu untuk memuntahkannya. Al-Ghazali kemudian mengutip perkataan Jakfar Ash-Shadiq.
Apabila timbul seleraku, aku melihat kepada diriku. Jika aku suka, aku pun memberinya makan dan itu lebih baik daripada mencegahnya. Jika seleranya sedikit dan ia menolaknya, maka aku menghukumnya dengan meninggalkan selera itu tanpa memberinya apa-apa. Ini adalah cara dalam menghukum nafsu atau selera (syahwat) ini.”
Siapa yang meninggalkan selera makan dan terjerumus dalam riya’ maka ia seperti orang yang lari dari kalajengking dan pergi kepada ular.

Itulah ketiga cara yang disarankan oleh Imam Al-Ghazali dalam menundukkan nafsu perut. Pendekatan yang ke arah pemahaman sufistik ala beliau kadang membuat kita mesti berpikir untuk mencernanya. Mari kita coba pahami dan praktikkan di bulan Ramadan ini! (Ed: EA)


sumber:
http://salmanitb.com/2015/07/10/tips-mematahkan-nafsu-perut-dari-imam-al-ghazali/

(diolah dari buku Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali)


 ,,,,,,,,,,,,,,,,




Menahan Nafsu Perut & Nafsu dibawah Perut

http://fauzanzada.blogspot.co.id/2013/03/menahan-nafsu-perut-dan-nafsu-di-bawah.html

Sumber segala penyakit itu berasal dari nafsu perut. Dari nafsu perut itulah timbul nafsu bawah perut (kemaluan). Karena nafsu perut itulah Nabi Adam as dikeluarkan dari surga. Dan akhirnya nafsu perut itu pula yang menyebabkan seseorang mencari kemewahan dunia sampai ia lupa waktu.
   
Penjelasan tentang keutamaan lapar dan mencela rasa kenyang
Rasulullah Saw bersabda, “Perjuangkan diri kalian dengan lapar dan haus. Karena pahalanya seperti pahala orang yang berjuang di jalan Allah. Tidak ada suatu amal yang lebih disukai oleh Allah selain lapar dan haus.”
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi Saw telah bersabda, “Tidak diizinkan masuk kerajaan langit orang yang penuh isi perutnya.”
Abu Sa`id al-Khudri meriwayatkan bahwa Nabi Saw telah bersabda, “Berpakaianlah, minumlah, dan makanlah sekedarnya saja. Karena hal demikian termasuk bagian dari sifat kenabian.”
Hasan meriwayatkan bahwa Nabi Saw telah bersabda, “Orang yang paling utama kedudukannya di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling lama lapar dan tafakkurnya. Dan orang yang paling dimurkai oleh Allah di antara kalian adalah tiap orang yang suka tidur, suka makan, dan suka minum.”
Nabi Saw bersabda, “Sungguh, Allah Swt membanggakan orang yang sedikit makannya di dunia di hadapan para malaikat." Allah berfirman: “Perhatikanlah hamba-Ku yang Aku uji dengan makanan dan minuman hingga ia tidak menghiraukan makanan dan minuman. Saksikanlah wahai para malaikat-Ku, tidak ada sesuap makanan pun yang ia tinggalkan melainkan Aku ganti sesuap makanan tersebut dengan beberapa derajat di surga.”
Abu Sulaiman berkata: Aku meninggalkan sesuap makanan di waktu makan malam, niscaya lebih aku sukai daripada menghidupkan malam dengan tahajjud sampai subuh.
Kami telah menjelaskan bahwa menahan nafsu makan itu menyebabkan hati menjadi lembut, tapi menghilangkan sifat tamak dan sifat sombong.
Di antara faedah menahan nafsu makan adalah tidak lupa akan musibah dan orang-orang yang sering mendapat ujian, serta dapat mengurangi segala nafsu. Dengan menahan nafsu makan, maka ia dapat menguasai nafsu dan godaan syeitan sehingga ia bisa mengendalikannya. Dengan menahan nafsu makan, maka seseorang menjadi tahan tidak tidur. Karena itulah sebagian syeikh berkata di awal perjalanan: Wahai orang-orang yang menginginkan (ridha Allah), janganlah terlalu banyak makan, lalu jangan terlalu banyak minum, lalu jangan terlalu banyak tidur, sehingga kalian tidak banyak merugi.
Dengan lapar, maka melaksanakan ibadah menjadi mudah. Tapi barang siapa yang kekenyangan, maka ia menjadi malas untuk melakukan ibadah. Banyak makan menyebabkan orang lebih banyak bersiap-siap untuk mencari rejeki dan memasak, ia menjadi lebih banyak menyisihkan waktu untuk membasuh tangan, dan menjadi sering bolak-balik masuk ke WC untuk buang air.
As-Sâri menceritakan tentang seorang syeikh: Konon ia menelan tepung yang enak. Lalu ia ditanya tentang hal demikian. Ia pun menjawab: Sungguh, aku telah menghitung antara kunyahan sampai ditelan sebanyak tujuh puluh tasbih. Tapi aku tidak mengunyah roti sejak empat puluh tahun. Orang yang yakin bahwa setiap jiwa itu permata yang sangat bernilai, maka ia tidak berani melepaskannya.
Di antara faedah lapar adalah kesehatan jiwa dan badan, karena orang yang sedikit makannya, maka ia jarang sakit.
Di antara faedah lainnya adalah kemampuan untuk mendahulukan kepentingan orang lain, dan memperoleh keutamannya.
Penjelasan tentang cara riyadhah dalam mengurangi nafsu makan
Setelah makanan menjadi halal seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka seseorang mempunyai tiga tugas, yaitu: mengukur porsi makan, mengukur waktu kecepatannya, dan menentukan jenis makanan.

Tugas yang pertama adalah;

 mengurangi porsi makan. Maka cara yang ditempuh adalah dengan bertahap. Jika seseorang langsung merubah porsi makan dari yang banyak kepada yang sedikit, maka wataknya akan menjadi rusak. Jadi, lakukanlah secara bertahap dengan cara mengukur dirinya masing-masing. Jika ia makan setiap hari tiga potong roti, maka setiap hari dikurangi sepersepuluh dari sepertiganya sepotong roti, dan ukuran demikian menjadi suatu bagian dari tiga puluh pada sepotong roti. Sehingga dalam sebulan, pola makannya menjadi berkurang dari sepotong roti. Dan dalam dua bulan, pola makannya sudah berkurang dari dua potong roti. Hal demikian tidak menjadi berat baginya, dengan catatan ia terus konsisten dengan tahapan porsi makannya. Dan sekarang ia mendapat beberapa derajat, dan para pecinta kebenaran menjadi puas dengan porsi makan demikian sesuai dengan tingkat kehidupan dan kadar akal. Itulah yang diisyaratkan oleh sabda Nabi Saw yang berbunyi, “Manusia mengukur beberapa potongon roti yang layak dengan hatinya.”
Derajat yang kedua: menolak nafsu dengan cara riyadhah, baik malam maupun siang, sampai setengah mud atau sepotong roti, dan membubuhi sedikit manisan dari empat bagian roti tersebut. Cara demikian hampir sama dengan kebiasaan Umar ra, karena ia hanya makan sebanyak tujuh suapan atau sembilan suapan.
Derajat yang ketiga: menolak nafsu dengan cara riyadhah sampai pada ukuran satu mud, yaitu dua potong roti ditambah setengah potong roti. Ukuran ini melebihi sepertiga perut.
Derajat yang keempat: lebih dari satu mud ditambah dengan manis-manisan. Ukuran ini sudah cukup banyak, dan selebihnya termasuk boros yang hampir masuk dalam kriteria dari firman Allah Swt: “Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.”
Ada juga cara yang lain, yaitu dengan membuka telapak tangan setelah lapar dan menahannya sebelum kenyang. Akan tetapi cara ini berbahaya, karena bisa saja orang yang melakukannya tidak nampak betul-betul lapar. Kadang dikatakan: Lapar yang sesungguhnya tidaklah mencari-cari lauk pauk. Dan dikatakan juga: Tidak perlu membedakan antara satu roti dengan roti lainnya.
Namun hal itu berbeda antara masing-masing individu. Tidak bisa ukurannya ditentukan secara baku, akan tetapi setiap orang hendaknya melihat hak makannya masing-masing.
Sahal berkata: Seandainya dunia ini darah, niscaya makanan pokok orang mukmin dari dunia tersebut menjadi halal, niscaya orang mukmin hanya makan ketika lapar saja, dan cukup hanya untuk membangun kekuatan dalam beribadah.
Tugas yang kedua adalah tentang waktu makan. Di antara orang-orang yang menginginkan ridha Allah adalah orang yang mengembalikan riyadhah pada substansinya, bukan pada ukuran makannya. Ada yang tidak makan selama tiga hari. Dan ada juga yang tidak makan lebih dari tiga puluh atau empat puluh hari. Di antara para tokohnya adalah Sulaiman al-Khawwash, Sahal bin Abdullah, dan Ibrahim al-Khawwash.

Telah diriwayatkan bahwa seorang ulama berkata: Barang siapa yang tidak makan selama empat puluh hari, maka sebagian rahasia ketuhanan akan tersingkap untuknya.

Salah seorang ulama sufi pernah bertemu seorang pendeta. Lalu sufi tersebut menceritakan pada pendeta tersebut tentang perihal dirinya. Dan ia ingin pendeta tersebut masuk Islam. Lalu pendeta itu berkata padanya: Sesungguhnya, al-Masih tidak makan selama empat puluh hari. 

Dan hal yang demikian itu termasuk mukjizat yang hanya diberikan pada seorang nabi yang benar. Sufi itu pun berkata: Jika aku tidak makan selama lima puluh hari, maka apakah engkau mau meninggalkan agamamu dan masuk Islam? Pendeta tersebut menjawab: Iya, aku akan masuk Islam, jika engkau mampu melakukannya. Lalu sufi itu pun tidak beranjak dari tempatnya di mana si pendeta bisa melihatnya hingga sufi tersebut mampu tidak makan selama lima puluh hari. Si pendeta berkata: Aku akan menambahnya menjadi enam puluh hari. Sang sufi pun melaksanakannya, hingga membuat si pendeta kagum menyaksikannya. Lalu pendeta itu berkata: Aku tidak menyangka ada seseorang yang mampu melebihi al-Masih. 

Jadi kemampuan sufi itulah yang menyebabkan pendeta masuk Islam. Kemampuan seperti ini sudah masuk derajat yang tinggi, hanya bisa dicapai oleh orang yang hatinya sudah menerima cahaya ilahi. Hatinya sibuk dengan musyahadah terhadap hal-hal yang membuatnya terputus dari watak kemanusiaannya dan kebiasaannya. Ia telah menyempurnakan jiwanya dalam merasakan kenikmatan lapar, dan ia lupa akan rasa laparnya dan kebutuhan hidupnya, hingga ia menyantap makanan rohaniyyah dari alam gaib. Itulah yang diisyaratkan oleh sabda Nabi Saw: “Aku bermalam di sisi Tuhanku. Dialah yang memberiku makan dan minum.”

Derajat yang kedua: tidak makan selama dua hari sampai tiga hari. Tapi hal ini masih wajar.

Derajat yang ketiga: mengurangi waktu makan hingga dalam sehari semalam cuma sekali, dan ini paling sedikit. Abu Sa`id al-Khudri meriwayatkan: Apabila Nabi Saw makan di waktu pagi hari (sarapan), maka malam harinya beliau tidak makan. Dan apabila beliau makan di waktu malam, maka besok paginya beliau tidak makan (sarapan).
Nabi Saw bersabda kepada Aisyah: “Hindarilah sikap berlebih-lebihan, karena dua kali makan dalam sehari semalam sudah termasuk kategori berlebih-lebihan.”
Pasal pertama: penjelasan tentang perselisihan hukum mengurangi makan dan keutamaannya

Lapar yang terpuji adalah lapar yang tidak mengganggu kesibukan dalam mengingat Allah Swt. Apabila sudah melampaui batas lapar, maka hal demikian sudah mengganggu, terkecuali terhadap orang yang sudah dikuasai oleh nafsu makan yang besar, maka sebaiknya ia mengurangi nafsu makannya. Namun jika tidak demikian, maka sebaiknya-baiknya perkara adalah mengambil jalan tengahnya saja.

Kemudian untuk mengurangi nafsu makan ini, ada dua efek negatif yang mesti diwaspadai, yaitu: Pertama, bisa jadi ia makan di tempat yang sepi hingga ia tidak perlu makan lagi ketika berkumpul dengan orang banyak. Hal ini termasuk syirik khafi (terselubung), dan mungkin saja tipe orang seperti ini telah dihinggapi sifat munafik. Efek yang kedua, ia pasti mengetahui porsi makan yang sedikit dan menjaga harga dirinya (`iffah). Ia telah meninggalkan efek negatif yang ringan, dan melakukan efek negatif yang lebih besar lagi yaitu kedudukan sosial dan popularitas.
Abu Sulaiman berkata: Apabila engkau berada dalam kondisi bernafsu, sedangkan engkau tadinya telah melepaskannya, maka nafsu itu sedikit telah merasuki dirimu, dan jangan serahkan dirimu pada nafsu tersebut sampai ke ujung pangkalnya sehingga nafsu tersebut menjadi berkurang dalam dirimu, karena engkau tidak memberikan apa yang disenangi oleh nafsu anda. Jadi, cara demikian itulah yang bisa menghalangi nafsu datang pada dirimu.
Ja`far ash-Shadiq berkata: Apabila aku berada dalam keadaan bernafsu, maka aku lihat dulu diriku. Jika nafsu itu muncul pada diriku, maka aku biarkan ia masuk ke dalam diriku, dan hal ini lebih baik daripada menolaknya. Tapi jika aku khawatir dengan nafsuku dan aku tidak menyukainya, maka aku menghukum dirku dengan cara meninggalkan nafsu tersebut sampai aku tidak memiliki nafsu sama sekali. Inilah cara menghukum diri sendiri akibat nafsu yang timbul padanya.
            Orang yang meninggalkan nafsu makan sehingga menimbulkan riya` dalam dirinya, maka ia seperti orang yang lari dari bahaya kalajengking, dan minta tolong dengan ular.
Bagian kedua dari bab ini adalah tentang mengurangi nafsu syahwat      Ketahuilah bahwa kenikmatan bersetubuh itu telah merasuki nafsu manusia karena dua faedah: Pertama, untuk merasakan kenikmatannya, maka mengukurnya dengan kenikmatan di akhirat, karena kenikmatannya lebih dahsyat daripada kenikmatan fisik selama kenikmatannya masih terasa. Seperti halnya siksa neraka juga lebih pedih daripada derita fisik.
Faedah yang kedua adalah untuk meneruskan keturunan. Akan tetapi selain kedua faedah ini ada sesuatu yang dapat merusak agama dan urusan dunia jika tidak dikontrol dan tidak dilakukan secara wajar.
Ada yang mengatakan bahwa makna firman Allah Swt dalam ayat: “Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya." adalah nafsu seksual.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa makna firman Allah Swt dalam ayat: “Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita.” adalah ereksi. Sebagian perawi menyandarkan (sanad) riwayat tersebut sampai kepada Rasulullah Saw.
Nabi Saw pernah bersabda: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan pendengaranku, penglihatanku, hatiku, dan maniku.”
Nabi Saw juga pernah bersabda: “Perempuan itu talinya setan.” Dan seandainya bukan karena nafsu syahwat, maka tidaklah demikian halnya.
Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa ketika Nabi Musa as sedang duduk di tempat peraduannya, tiba-tiba iblis datang memakai jubah panjang yang bertutup kepala dengan penuh warna-warni. Ketika iblis sudah dekat dengannya, ia meletakkan jubahnya kemudian menghampirinya dan berkata: Semoga keselamatan tercurah padamu. Lalu Nabi Musa bertanya padanya: Siapa engkau? Iblis menjawab: Aku iblis. Nabi Musa pun berkata: Semoga Allah tidak memberimu kehidupan. Apa yang membuatmu datang kemari? Iblis menjawab: Aku datang ke sini untuk mengucapkan selamat kepadamu atas kedudukanmu yang dianugerahkan oleh Allah Swt. Lalu Nabi Musa bertanya: Lantas untuk apa jubah yang engkau kenakan itu? Iblis pun menjawab: Dengan jubah inilah aku mencuri hati manusia. Nabi Musa bertanya kembali: Lalu apa yang dilakukan manusia, jika ia telah tergoda? Iblis menjawab: Apabila dirinya sendiri telah membuat kagum dan ia memperbanyak amalnya serta lupa dengan dosa-dosanya, sedangkan aku memperingatkanmu tiga hal: Pertama, jangan engkau menyendiri dengan seorang perempuan yang bukan muhrimmu. Karena ketka seorang laki-laki menyendiri dengan seorang perempuan, maka aku menemaninya sampai aku bisa menggodanya. Kedua, janganlah engkau membuat suatu (ikatan) perjanjian dengan Allah terkecuali jika engkau mampu melaksanakannya. Ketiga, janganlah engkau mengeluarkan sedekah terkecuali engkau mampu melakukannya. Karena ketika seseorang ingin mengeluarkan sedekah tapi ia belum melakukannya, maka aku menemaninya sampai aku bisa menghalanginya untuk mengeluarkan sedekahnya, kemudian ia tidak jadi bersedekah. Lalu iblis berkata: Aduh celaka, Musa sudah mengetahui rencana tindakanku terhadap seluruh manusia.
Persoalan tentang orang yang memiliki nafsu berakhir sampai ia merindukan tempat yang khusus, hingga ia tidak ingin melaksanakan keinginannya kecuali dari tempat tersebut. Hal seperti itu melebihi sifat kebinatangan, dan sifat ini tercela, sedangkan perilaku berlebih-lebihan itu selamanya tercela, yaitu kekalahan nafsu sampai pada suatu batas di mana akal disia-siakan, dan ketiadaan nafsu secara total sebenarnya juga tercela.
Sebaiknya-baiknya perkara adalah mengambil jalan tengahnya saja. Walaupun nafsu sudah melampaui batas, maka kurangilah dengan cara mengurangi makan atau dengan menikah.
Rasulullah Saw bersabda, “Wahai para anak muda, kalian harus mampu memberi nafkah lahir dan batin. Barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi perisai baginya.”
Penjelasan tentang hal yang mesti dilakukan dalam menikah atau tidak menikah
Orang yang menghendaki ridha Allah sebaiknya tidak menyibukkan dirinya dalam memulai perkaranya dengan perkawinan. Karena hal demikian akan menggangu konsentrasi mengingat Allah Swt, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Abu Sulaiman ad-Darani juga pernah berkata: Barangsiapa yang telah kawin, maka ia akan cenderung kepada dunia. Dan ia berkata: Aku tidak menemukan seorang yang menghendaki ridha Allah, yang sudah menikah bahwa ia akan tetap seperti halnya di saat dia belum kawin. Jika engkau mengukur dirimu dengan Rasulullah Saw, maka engkau sudah salah kaprah. Karena Nabi Saw tidak bisa disibukkan oleh urusan dunia dan urusan akhirat. Itulah yang diisyaratkan dalam firman Allah Swt yang berbunyi,
مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى.
 Artinya, “Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.”
Beliau tidaklah disibukkan oleh suatu apa pun dari mengingat Allah. Jadi, sekalipun engkau telah dikuasai oleh nafsu syahwat, maka sebaiknya engkau berpuasa, mengurangi makan dan minum, serta mengurangi tidur.
Pada umumnya nafsu itu dapat ditekan dengan cara demikian. Jika nafsu sudah melampaui batas, menyalahi aturan, dan tidak mampu menjaga mata, maka ia wajib dengan aturan yang khusus untuk menikah agar ia bisa tenang. Jika ia tidak menikah, maka orang yang tidak mampu menjaga mata, ia juga tidak mampu menjaga hati. Apabila ia enggan untuk menikah, maka tidak ada gunanya ia membujang, bahkan dikhawatirkan ia seperti yang dikatakan oleh Nabi Isa as: “Waspadalah dengan pandangan mata, karena pandangan itu dapat menumbuhkan nafsu syahwat di dalam hati, dan ia sudah cukup tergoda.”
Sa`id bin Jubair berkata: Sebenarnya Nabi Dawud tergoda itu hanya karena pandangan mata.
Nabi Dawud as pernah berpesan pada anaknya: Wahai anakku, jalanlah di belakang singa, dan jangan berjalan di belakang seorang perempuan.
Nabi Yahya bin Zakaria pernah ditanya: Apa awal permulaan zina? Nabi Yahya as pun menjawab: Pandangan mata dan berangan–angan. Jika ia betul- betul tidak dituntut oleh nafsunya di mana ia tidak mampu menguranginya, maka hendaknya ia tidak menikah.
Telah diriwayatkan bahwa Muhammad bin Sulaiman telah memiliki penghasilan sebanyak delapan puluh ribu dirham setiap harinya. Kemudian ia mengirim surat kepada penduduk Basrah dan para ulamanya tentang seorang perempuan yang ingin dikawininya. Lalu berkumpullah mereka semua menemui Rabi`ah al-`Adawiyah. Isi suratnya adalah sebagai berikut: Bismillahi ar-Rahman ar-Rahim. Amma ba`du. Sesungguhnya Allah Swt telah menganugerahiku penghasilan dari dunia sebanyak delapan puluh dirham setiap harinya. Tiada hari berlalu hingga aku menyempurnakannya menjadi seratus ribu dirham. Dan aku menjadikan untukmu seperti itu, dan seperti itu. Mohon surat ini dibalas. Lalu Rabi`ah al-`Adawiyah menulis surat kepadanya: Bismillahi ar-Rahman ar-Rahim. Amma ba`du. Sesungguhnya zuhud terhadap dunia itu membuat badan menjadi nyaman. Sedangkan hasrat untuk mendapatkan dunia itu bisa menyebabkan kesukaran dan kesedihan. Jadi, apabila suratku ini sudah sampai di tanganmu, maka persiapkanlah bekalmu, dan persembahkanlah untuk akhiratmu. Jadilah engkau pemberi wasiat pada dirimu sendiri. Dan jangan menjadikan kaum laki-laki sebagai pemberi wasiatmu, hingga ia membagi-bagikan harta warisanmu. Berpuasalah selama setahun. Dan jadikanlah fitrahmu sebagai maut. Adapun diriku, seandainya Allah Swt menganugerahiku berlipat-lipat dari apa yang Ia anugerahkan untukmu beserta kelipatannya, maka hal itu tidaklah membuatku gembira sehingga aku lupa untuk mengingat Allah Swt sedetik pun. Jadi, di sini jelas bahwa tidak ada jalan menuju hal yang membuat lupa untuk mengingat Allah.
Pasal yang ketiga
Penjelasan tentang orang yang menentang nafsu syahwat
Kemampuan menentang nafsu syahwat termasuk menjaga diri. Demikian itu lebih utama dan sederajat dengan para pecinta kebenaran. Nabi Saw juga pernah bersabda: “Barangsiapa yang bergejolak nafsunya, lalu ia menjaga diri, lalu ia simpan di hati, lalu ia mati, maka ia mati syahid.”
Nabi Saw bersabda:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ
Artinya, “Ada tujuh orang yang dinaungi oleh Allah di hari tidak ada naungan selain naungan-Nya." Dan salah satu dari mereka adalah laki-laki yang dipanggil seorang perempuan yang cantik untuk melayaninya. Tapi laki-laki itu menjawab, "Sungguh, aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam.”
Telah diriwayatkan bahwa Sulaiman bin Yasar konon memiliki wajah yang tampan. Lalu ia didatangi oleh seorang perempuan. Lalu perempuan itu memintanya untuk memenuhi hasratnya, maka ia menolaknya dan ia lari keluar dari rumahnya meninggalkan perempuan tadi. Sulaiman berkata: Aku bermimpi bertemu Nabi Yusuf as, dan seakan-akan aku bertanya padanya: Apakah engkau Nabi Yusuf? Nabi Yusuf menjawab: Betul, aku Yusuf yang menginginkan wanita, sedangkan engkau Sulaiman tidak menginginkan wanita.” Wallahu a`lam

No comments:

Post a Comment